Sampai Jumpa Lagi Dusun Sumber!

"Pak, Bu, terima kasih banyak ya. Maaf kalau kami ada salah," kataku dan Alesha serempak. "Bu, ini untuk ibu," kataku lagi sambil menyerahkan sebuah tas yang berhiaskan jahitan kain flanel buatanku.

PERPISAHAN

Ada saatnya berjumpa, ada saatnya berpisah.
Semua orang tahu pepatah tersebut. Kini, saatnya bagi kami untuk meninggalkan Dusun Sumber. Mengucapkan selamat tinggal dan terimakasih bagi orang tua asuh dan teman-teman dari Dusun Sumber. Aku memang kangen rumah, tapi rasanya berat juga meninggalkan Dusun Sumber.

Sebelum benar-benar pulang, kami berkumpul sebentar di Sanggar Bangun Budaya, merefleksikan pengalaman kami selama berada di Dusun Sumber. Ngomong-ngomong, sempat terjadi kehebohan sebelum kami pulang. Ketika mengucapkan sepatah kata perpisahan, Pak Untung yang adalah pembangun Sanggar Bangun Budaya, mendadak menegur Nara. Nara memang pernah tidak tidur di rumah orang tua asuhnya selama semalam. Dia menginap di homestay Brian dan Fatih. Pak Untung menegur Nara atas perbuatannya yang bisa saja membuat orang tua asuhnya tersinggung. Beliau terlihat sangat galak dan marah, matanya terus melotot dan tangannya menunjuk-nunjuk Nara. "Pak, sudah pak. Saya jadi kurang enak rasanya dengan Nara. Kan, hari ini kami juga sebentar lagi pergi meninggalkan Dusun Sumber. Lebih baik anaknya diajak saja bicara berdua, jangan di depan teman yang lain," kata Kak Mel. Kemudian diajaknya Nara pergi ke belakang. Tiba-tiba kami mendengar lagu " Selamat Ulang Tahun" dikumandangkan, bersama dengan dibukanya pintu samping sanggar oleh beberapa orang yang membawa nasi tumpeng. Astaganaga! Ternyata tadi itu hanyalah sandiwara. Rupanya kakak-kakak Jaladwara telah mengetahui hari ulang tahun Nara dan berencana membuat kejutan! Aku ingat, kemarin Nara mengatakan bahwa dia akan berulang tahun besok. Kami pun makan-makan nasi tumpengnya Nara, Nara tersenyum sambil mengusap air matanya.

Happy birthday Nara!!!



PERJALANAN PULANG

Tak lama kemudian, tampak dua angkot berdatangan. Pada saat itulah kami harus pergi, masing-masing anak memasuki angkot. Aku melambaikan tangan pada Lala dan berjanji akan mengirim surat padanya. Angkot pun berjalan perlahan, dan semakin lama membawaku semakin jauh dari Dusun Sumber.

Sampai bersua kembali!

Rute perjalanan pulang kami sama persis dengan rute berangkat kami, kami juga mengendarai angkutan umum yang sama. Sepanjang perjalanan kami berisik sekali, hingga Kak Wildan terpaksa menegur ketidaksopanan kami di dalam angkutan umum.

Naik bus Cemara Tunggal

Suasana ramai di dalam TransJogja

Perpisahan di Stasiun Lempuyangan
Di loket masuk
Akhirnya kami tiba di Stasiun Lempuyangan dan saling mengucapkan selamat tinggal satu sama lain. Aduh, rasanya sedih sekaligus senang akan berkumpul kembali dengan orang tua. Tapi aku cukup senang berada di kereta dan gerbong yang sama dengan Wildan, Bagas, Fatih, dan Rakka. Jadi kami masih bisa bercanda ria. Aku dan adikku sangat gembira begitu terdengar suara dari pengeras suara yang menyebutkan Stasiun Gombong. Kami berdua langsung berhamburan turun dari kereta, dari kejauhan sudah ada Papa dan Mama. Dan kami langsung heboh menceritakan pengalaman kami selama di Dusun Sumber.

CATATAN AKHIR

Ada banyak kesan dan pesan yang kualami selama di Dusun Sumber. Dalam Ekspedisi Lereng Merapi ini, aku memang mendapat banyak pelajaran berharga. Misalnya keberanian, sepanjang acara ini aku merasa didorong untuk lebih berani. Aku diajak untuk melakukan wawancara, berinteraksi dengan penjual di pasar, bahkan presentasi di depan banyak orang. Aku merasa lebih percaya diri sekarang, dibandingkan dulu. Aku juga mendapat pesan dari Kak Inu, untuk bersikap sopan dan menghargai orang lain. Memang pada awalnya aku belum mengajak ngobrol dan kurang ramah pada ibu asuh yang padahal sudah banyak membantuku. Kak Inu sangat memperhatikan kelakuan kami selama di dusun itu. Kami  harus ramah, tersenyum, membantu, mengajak ngobrol, kepada orang tua asuh. Kami juga harus mandiri mencuci piring, mencuci pakaian, dan membereskan tempat tidur sendiri.

Aku belajar juga untuk berkerja sama, melalui kerja kelompok aku belajar menerima perbedaan pendapat yang hampir selalu terjadi di dalam kelompokku. Aku dan teman-teman kelompokku belajar mengatur kelompok pula, supaya kami dapat bekerja secara efisien. Kami kini mengetahui bahwa tidak semua hal dapat berjalan mulus dalam kerja kelompok (umpama, ketika menemukan bahwa hasil wawancara setiap orang berbeda), yang perlu kami lakukan hanyalah bersabar.

Aku senang bisa mempelajari candi-candi yang berada di sekitar situ, mendapat banyak sekali keterangan tentang air di Dusun Sumber, membuat bakwan kimpul, menonton festival Lima Gunung, bermain di Kali Senowo, dan lain-lain.

Yang paling mengena adalah kuatnya gotong royong dan persaudaraan warga Dusun Sumber. Aku masih ingat sampai sekarang apa kata Pak RW kepada adikku. "Dek, warga di sini memang sangat akur. Kalau ada tetangga yang meninggal, nanti dikubur bersama-sama. Saya juga merasakan kehangatan warga di sini. Contohnya, saya dibantu 80 warga ketika sedang membangun rumah. Mereka datang secara sukarela, padahal saya hanya minta bantuan kepada 30 orang. Berkat mereka rumah saya cepat jadi. Mereka juga membantu saya ketika saya sakit paru-paru, saat itu sedang erupsi Merapi. Warga di sini melarikan saya ke Rumah Sakit Panti Rapih."  Selain itu, warga Dusun Sumber juga memperhatikan para penyandang disabilitas, warga mengadakan rumah inklusi. Rumah inklusi membantu orang-orang berkebutuhan khusus untuk bisa berkegiatan seperti orang normal dan menyediakan kursi roda bagi mereka.

Di luar semua itu, warga Dusun Sumber juga memiliki kebudayaan yang kuat. Buktinya dibangunnya sanggar di sana. Dan, diadakannya upacara-upacara di sana. Keren banget, ya....

Itulah sekilas pesan dan kesanku selama di Dusun Sumber, sampai berjumpa kembali!
Sampai jumpa lagi Dusun Sumber, I love you...

Potret keluarga asuh: Pak Sangkan beserta anak (kiri), Lala, Alesha, aku, Ibu Nuryani.

Foto bersama di Kali Senowo







Popular Posts