Ekspedisi Lereng Merapi - Pengalaman di Dusun Sumber ( Hari ke- 2)

MEMBANTU MEMETIK CABAI DI SAWAH
Hari kedua di Dusun Sumber akhirnya datang. Pagi-pagi, setiap anak harus ikut orang tua asuh masing-masing ke sawah. Demikian juga aku. Aku dan Alesha diajak Lala ke sawah, membantu Mbah Warti memetik cabai. Mbah Warti mengajarkan pada aku dan Alesha untuk dapat membedakan cabai yang masih mentah dan yang sudah masak. Ternyata cabai yang merah warnanya itu pasti siap panen. Tak lama kemudian, kami bertiga sudah asyik memetik cabai dan memasukannya ke dalam ember. Cihuy!

SELANJUTNYA…..
Acara pergi ke sawah selesai. Sudah waktunya aku dan teman-teman lainnya berkumpul di sanggar. Sesampainya di sana, kami diberitahu bahwa ini saatnya bermain. Kami langsung disibukan dengan permainan uno yang pastinya seru, heboh, dan kocak. Lalu kami pun bermain permainan memori yang disebut sebagai ”Kakak Teladan”. Jadi kami harus mengingat nama dari setiap gambar yang ada. Yang menantang adalah gambar-gambar itu menyesatkan, karena berbeda dengan tulisan yang sebenarnya. Dan, tulisan sebenarnya dari gambar itu ditutup. Kali ini Nayra dan Bagas yang memenangkan permainan. Oh ya, hampir ketinggalan, kami juga main teplok nyamuk menggunakan kartu remi. Mungkin kalau permainan satu ini pasti sudah banyak yang kenal, kan? Yang pernah memainkannya pasti tahu, bahwa permainan ini sangat membangkitkan semangat.

Serunya bermain Teplok Nyamuk



MEMULAI TANTANGAN YANG SEBENARNYA…..
Setelah bersenang-senang, kami mulai diberi sebuah proyek karya yang akan kami buat selama berada di sini. kakak-kakak Tim Jaladwara menerangkan, bahwa tiap kelompok diminta bekerja sama membuat sebuah mind map. Mind map itu akan menjadi bahan presentasi kami di akhir acara. Kebetulan kelompok Watu Gedhe, kelompokku, mendapat tema air. Sementara kelompok Buk Ijo tentang permainan masa kecil, dan aktivitas sosial untuk kelompok Jagangsari. Kemudian pangan untuk kelompok Ngelmpong.

Kami segera memulai diskusi mengenai mind map yang akan kami buat, masing-masing mengungkapkan pendapat sambil didampinigi oleh kakak-kakak Tim Jaladwara. Kak Rinta mendampingi kelompokku.” Kira-kira mind map macam apa yang akan kami buat?” Itu lah pertanyaan yang muncul di benak setiap dari kami. Kemudian sret, sret, sret, pena mulai kami goreskan di atas kertas, sembari sekali lagi memikirkan hal baru. Setiap kelompok memikiran rancangan mind map nya. Kelompok-kelompok yang lain sangat cepat selesai menggarap mind map, sementara aku merasa kelompokku lamban. Kami juga sempat mengalami masalah ketidaksepakatan antara Fira dan Bagas dalam menghias mind map, yang pada akhirnya membuat Fira marah. Karena perbedaan pendapat, mind map kami malah terlihat buruk rupa, sebab kami menggunakan kedua ide yang bertolak belakang. Namun sepakat tidak sepakat kami pun harus menunjukan rancangan mind map kami sesudah makan siang. Bagas dan Syams maju ke depan, sementara aku langsung menepuk jidat begitu melihat rancangan mind map kami yang tidak indah sama sekali. Tapi setidaknya kami sudah mencoba.


Ini adalah rancangan mind map kami, seandainya saja tidak ada yang memaksakan pendapat.




WAKTUNYA BERMAIN!
Kemudian, seolah-olah bisa membaca pikiran kami yang sudah diperas, kakak-kakak Jaladwara mengajak kami bermain di lapangan voli. Pertama-tama kami bermain permainan “Benar dan Salah”. Permainan diinstruksikan oleh Bu Gallant. Di dalam permainan ini, kami harus cermat mendengarkan perintah Bu Gallent. Kalau perintahnya Benar, kami harus menuruti perintah yang diberikan.  Misal Bu Gallant bilang Salah, yang perlu kami lakukan adalah berbuat yang berkebalikan dari perintah. Semakin lama perintah yang diucapkan makin banyak. Contohnya,” Benar Salah Benar Benar.” Wih, tambah semarak suasananya. Bagaimana, seru kan?

 Usai bermain “Benar dan Salah”, kami beralih ke permainan Benteng-Bentengan. Permainan ini sangat kukenal. Sebelum teman-teman dan saudara-saudaraku remaja, kami sering main Benteng-Bentengan. Sayang sekarang-sekarang ini, mereka lebih senang melakukan permainan yang dimainkan sambil duduk atau bermain gadget. Maka aku senang sekali bisa main permainan ini lagi, serasa nostalgia. Meskipun anaknya ganjil kami tetap bermain. Kelompokku, yang dipimpin Rakka, harus menerima kekurangan itu. Kami membuat keputusan, bahwa Bentang-Bentengan yang kami mainkan menggunakan batas. Aku belum pernah mendengarnya, lantas berusaha menyesuaikan diri. Ternyata bermain menggunakan batas membuat semua anak takut meninggalkan bentengnya, dan akhirnya kami bermain seperti cara biasa. Kelompokku selalu kalah, tapi aku juga tidak berharap menang. Yang kuharapkan hanya keasyikan bermain dan tawa.


Heboh-heboh Benteng-Bentengan

 MARI, BERLATIH MEMBUAT PERTANYAAN!
Otak kami kembali dipicu untuk berpikir keras sekembalinya kami dari lapangan voli. Kembali ke kelompok masing-masing, kami berdiskusi tentang pertanyaan yang kiranya akan kami tanyakan dalam wawancara ke warga Sumber. Wawancara itu nantinya akan sangat berguna bagi bahan presentasi kami. Aku masih kesulitan membuat pertanyaan, menurutku itu sulit.

Sibuk! Sibuk!

KRAUS, KRAUS KRIPIK KIMPUL…..
Siapa yang pernah mencoba kripik kimpul? Kripik yang rasanya mirip talas itu! Aku dan kelompokku belajar membuat kripik kimpul di sore hari. Kali ini kelompok kami dibagi jadi tiga. Kebetulan kelompokku ketambahan satu anak, yaitu Alesha.

Bersama-sama kami pun meluncur ke rumah Ibu Mur, pembuat kripik kimpul. Bu Mur sangat ramah, kami langsung disuruh masuk ke dapurnya dan boleh meminjam alat dapur. Di sana kami melihat ada banyak gelondongan sejenis umbi-umbian di bawah meja. Ternyata itu lah yang namanya kimpul. Kimpul-kimpul itu kami kupas kulitnya. Lalu disikat dan dibersihkan karena masih kotor. Setelah itu kimpul dipotong menggunakan alat parutan. Kami mencoba memarut kimpul, sambil takut-takut karena alat parut itu kelihatan tajam sekali. Ditambah lagi, Bu Mur cerita kalau pernah terparut tangannya( dan katanya sakit sekali), kami pun bertambah was-was. Seusai memarut kimpul, aku dan Alesha mengupas bawang. Dan Bagas mengulek bawang yang dicampur dengan garam. Ulekan bawang itu diencerkan oleh air seperti kuah. Nah, inilah waktu yang ditunggu-tunggu, yaitu goreng kimpul. Ketika kimpul sudah setengah matang, bumbu cair kimpul dituangkan. Bisa bayangkan kan, bagaimana reaksi air ketika bercampur baur dengan minyak? Bagas yang mengajukan diri melakukan eksperimen pertama goreng kimpul kaget bukan main. Wah, untungnya aku gak ikut goreng kimpul.



Kanan: Bersama-sama mengupas kimpul dari kulitnya.
Bawah: Fira sedang memarut kimpul menjadi potongan-potongan tipis.
SELAMAT MENIKMATI!
Pada malam hari, masing-masing kelompok menyajikan masakan buatan sendiri. Ada yang membuat cucur, ada pula bakwan kimpul. Kelompokku juga sudah siap dengan kripik kimpul. Fira suka sekali makan kripik kimpul, jadi kami senang kripik kami dimakan. Buat sendiri, dimakan sendiri deh…
Sambil ditemani berbagai kudapan buatan sendiri, kami merefleksikan kegiatan dan membuat logbook kami hari ini.   
  



  

Popular Posts