Ekspedisi Lereng Merapi - Catatan Perjalanan 1


Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba.
Ekspedisi Lereng Merapi dengan bimbingan kakak-kakak Jaladwara.
Pulang  tanggal sepuluh, berangkat tanggal lima.
Oh senang hatiku pergi ke Dusun Sumber tercinta

Di atas ini merupakan puisi buatanku sendiri yang kukarang sepulang dari Ekspedisi Lereng Merapi di buku harianku.

PERJALANAN MENUJU DUSUN SUMBER

Kamis 5 Juli 2019, aku pergi ke Dusun Sumber. Aku dan adikku menaiki KA Progo yang menuju Stasiun Lempuyangan, berangkat jam 4:36 dari Stasiun Gombong. Berangkatnya pagi sekali, kan? Sampai-sampai stasiun masih sangat sepi. Tapi waktu itu kantukku benar-benar sudah hilang, karena aku merasa antusias dan deg-degan. Ini memang pengalaman pertamaku dan adikku berangkat naik kereta sendiri tanpa orang tua.

Di Stasiun Gombong 

Di kereta api, aku dan adikku tak banyak bicara. Tak banyak hal yang bisa diceritakan mengenai kereta api yang kami tumpangi, selain penuh oleh orang dan sunyi (karena sebagian besar orang masih tidur). Kalau aku melongok ke jendela melihat pemandangan, hanya ada kegelapan malam. Jadi ketika matahari terbit aku merasa senang sekali.

Kereta api mencapai Stasiun Lempuyangan pukul 6:40 pagi. Aku dan adikku berusaha mencari kakak-kakak Tim Jaladwara, tapi karena stasiun saat itu ramai kami kebingungan mencari mereka. Dan ternyata setelah mondar-mandir di stasiun, kami diberitahu orang tua kami, bahwa mereka baru akan tiba di sana setengah jam kemudian! Aku menanti di stasiun sambil berdebar-debar, akan seperti apa ya teman-teman baruku? Tiba-tiba aku bertemu Nara, teman sesama ekspedisi dan dia membawa aku dan adikku menuju titik kumpul.
Setengah jam kemudian aku bertemu dengan kakak-kakak Tim Jaladwara (Kak Shanty, Kak Inu, Kak Mel,  Kak Rinta) dan teman-teman baruku, yaitu Alesha, Brian, Rakka, Nara, Fira, Alyka, Rayda, Wildan, Bagas, Rania, Fatih, Nayra, Syams, dan Leon. Usia mereka beragam, ada yang sudah SMP dan ada yang masih SD. Daerah asal mereka juga berbeda-beda. Kemudian kami dibagi dalam empat kelompok yang masing-masing berisi empat anak. Aku berada dalam kelompok Watu Gedhe, bersama Leon, Syams, dan Fira. Ada pula kelompok Jagangsari yang terdiri dari Fefe( adikku), Alesha,Wildan, dan Bagas.  Lalu Rayda, Rakka, Brian, Rania ada di kelompok Nglempong. Nayra, Fatih, Alyka, dan Nara masuk kelompok Buk Ijo. Pada akhirnya, karena kelompokku dirasa kurang seimbang usianya, Leon berpindah masuk kelompok Jagangsari dan Bagas masuk kelompokku.

Bertemu teman baru dan kakak-kakak Tim Jaladwara

Kemudian kami diberi waktu untuk sarapan pagi. Bersama-sama, kami berpencar ke warung-warung di pinggir stasiun. Sebelum ekspedisi kami masing-masing memang diberi uang sejumlah RP250.000 untuk kebutuhan kami selama di sana, dan kami harus berusaha agar uang tersebut mencukupi keperluan kami selama seminggu. Aku dan adikku makan bekal, lumayan juga irit duit.

Selanjutnya, kami berkumpul kembali. Setelah handphone kami dititipkan dan ditukar dengan handphone jadul, kami memulai perjalanan. Sebelumnya kami diberi tahu, kendaraan dan rute apa yang akan kami tuju:
  1. Menuju Halte TransJogja, depan SMPN 5 Yogyakarta
  2. Naik bus TransJogja jalur 5B jurusan Terminal Jombor, ongkos 3.000
  3. Turun Terminal Jombor
  4. Naik bus Cemoro Tunggal jurusan Borobudur, ongkos kurang dari 7.500
  5. Turun di Terminal Muntilan
  6. Naik angkot merah muda jurusan Sumber milik Bapak Sis, ongkos 11.000 

Kami pun berpisah dengan kakak-kakak Tim Jaladwara, dan berangkat berenam belas. Rayda, yang adalah orang Jogja, menjadi petunjuk jalan.  Kocaknya, waktu di jalan, dia mendadak salah jalan dan membawa kami melewati jalan melingkar yang akhirnya membawa kami kembali ke stasiun. Kami langsung protes semua. Sssstttt, jangan bilang siapa-siapa ya, kalau aku yang dijadikan pemandu arah teman-teman bisa kesasar semua.

Meskipun sempat salah jalan, pada akhirnya Rayda cukup ingat arah yang tepat menuju halte TransJogja. Di halte TransJogja, Rayda bertanya pada petugas di sana untuk memastikan bus mana yang dapat kami naiki. Rupanya kami harus naik bus nomor 5B. Rayda dan Fira membantu membayar ongkos perjalanan ini, jadi kami semua ngutang 3.000 nih.

Pada saat bus datang, kami langsung berhamburan masuk ke dalam bus. Karena bus tempat duduk penuh terisi, sebagian dari kami harus berdiri di bus. Bus TransJogja sangat bagus, tidak seperti angkot-angkot yang bersliweran di daerah tempatku tinggal. Di dalamnya sudah terdapat pendingin ruangan, bersih, dan halte ruang tunggunya bagus. Di daerah tempat tinggalku, kalau mau naik kendaraan umum harus berdiri sambil terpapar sinar matahari di tepi jalan raya. Oh ya, terrnyata bus TransJogja itu kalau jalan cepat sekali, seperti angkot di daerahku. Jadi kami yang berdiri harus jaga keseimbangan. Ngomong-ngomong kami sempat saling bertubrukan satu sama lain saat bus berbelok. Sebenarnya asyik juga perjalanan ini, sayang tas kami sangat berat sehingga punggung kami nyeri.

Naik TransJogja

Akhirnya kami sampai di Terminal Jombor, kami langsung mencari Bus Cemoro Tunggal jurusan Terminal Muntilan. Karena bus sudah datang, kami pun masuk saja. Kali ini semua anak bisa duduk dengan nyaman. Bus ini tidak sebagus Bus TransJogja, namun aku merasa nyaman-nyaman saja di dalam bus. Di bus aku duduk di sebelah Alesha dan berusaha berkenalan dengannya. Tak lama kemudian, bus berjalan. Perjalanan memakan waktu yang cukup lama, beberapa anak tertidur. Aku melihat Rayda memberikan kursinya ke ibu-ibu yang sedang menggendong bayi, aku jadi terinspirasi, tapi aku duduk di pojok kursi sebelah Alesha dekat jendela jadi belum bisa membantu. Oleh sebab tidak mendapat tempat duduk di bus, Rayda sibuk memotret kami dari atas menggunakan kamera yang dia bawa.

Di Bus Cemoro Tunggal

Kami turun ketika bus mencapai Terminal Muntilan, kami langsung saja mencari angkot berwarna merah muda. Kami berusaha mencari angkot milik Bapak Sis itu sampai ketemu. Kami tidak menemukan kesulitan sama sekali dalam hal mencari angkot. Saat menaiki angkot, rombongan kami terpecah menjadi dua bagian. Tak disangka-sangka ada kakak yang masuk juga ke angkot. Sedari tadi aku merasa belum pernah melihat kakak itu. Ternyata, dia merupakan juru potret kami selama ekspedisi. Namanya Kak Kaysan. Ingat ya, bukan Kaesang anak presiden. Ia adalah salah satu peserta ekspedisi yang lalu.

Adikku dan Alyka dalam angkot

Selama di angkot, kami sama sekali tidak sempat merasa bosan. Karena, Kak Kaysan memberi permainan “ Kanan-kiri, oke!” yang pastinya asyik banget. Sebenarnya sederhana saja, kami diajak untuk mengamati pemandangan sekitar sambil berusaha menemukan nama tempat yang ada dalam sebuah daftar.
Tahu-tahu kami sampai di Dusun Sumber! 

KEIGIATAN-KEGIATAN PERTAMA

Tiba di Dusun Sumber, kami disambut oleh pengurus Sanggar Bangun Budaya dan anak-anak Dusun Sumber. Kami juga diberi tahu homestay kami selama disana. Kebetulan aku tinggal di rumah Lala bersama Alesha. Rumah Lala cukup modern dan luas. Sebenarnya aku ingin mendapat pengalaman tinggal di rumah yang masih bersifat tradisional. Tapi ini tidak menjadi masalah, karena rumahnya nyaman ditinggali. Aku mencoba berbincang-bincang dengan Lala. Ternyata usianya hanya berbeda satu tahun dariku. Lala dan Ibu Nuryani ramah sekali menawarkan cemilan dan bahkan teh. Aku dan Alesha jadi merasa sungkan.

Saat makan siang, aku menjumpai makanan baru yang unik. Terus terang aku sudah tidak ingat lagi namanya, tapi masakan itu terdiri dari sayur yang pedas dan berkuah. Aku lumayan menikmati menu baru itu.

Selepas makan siang, kami berkumpul kembali di Sanggar Bangun Budaya. Di sana kami melakukan permainan perkenalan. Peremainan ini sangat mendorong kami mengenal nama masing-masing teman. Setiap anak yang ditunjuk harus mampu menyebutkan nama teman-temannya. Aku senang bisa dengan mudah hafal nama teman-teman baruku. Kebanyakan dari kami juga cukup cepat hafal.

Selanjutnya kami melakukan diskusi dan refleksi perjalanan bersama-sama. Kami berbagi cerita dan kesan kami tentang perjalanan yang telah ditempuh tadi pagi. Sebagian anak yang naik kereta sendirian ke Jogja disuruh menceritakan perasaan dan pengalamannya. Aku dan adikku termasuk. Memang tidak semua anak naik kereta sendirian seperti Bagas, Fatih, Rakka, Syams, aku, dan Fefe. Ada yang diantar naik mobil dan ada yang rumahnya memang di Jogja.

Tidak hanya berbagi cerita, kami juga diberi pertanyaan oleh kakak-kakak Tim Jaladwara. “ Menurut kalian apa yang menyebabkan penduduk negara maju memilih untuk menggunakan transportasi umum, sementara penduduk negara berkembang justru banyak menggunakan kendaraan pribadi?” aku belum menjawab waktu itu. Tapi sekarang aku sudah punya jawaban atas pertanyaan tersebut. Sepertinya negara berkembang masih belum mempunyai kendaraan umum dengan fasilitas yang memadai. Kalau pun sudah, kendaraan umum yang bagus hanya tersedia di perkotaan. Maka dari itu, rata-rata penduduk dengan penghasilan yang cukup memilih memiliki mobil pribadi. Tidak hanya itu, di Indonesia sendiri, angkutan umum masih belum menjangkau sampai ke daerah pelosok. Itu menjadi alasan mengapa banyak orang malas menaiki kendaraan umum. Di sisi lain, negara maju sudah memiliki fasilitas kendaraan umum yang memadai. Kendaraan umum juga menjangkau hingga ke jalan-jalan kecil.

Sebenarnya dengan banyaknya orang menaiki kendaraan umum, dapat mencegah terjadinya kemacetan di jalan raya. Kita juga dapat mengurangi polusi udara. Tentu ini sangat menguntungkan negara itu sendiri. Semoga suatu saat nanti negara kita sudah bisa mencontoh negara-negara yang maju itu, ya…

Sesudah bermain dan berdiskusi, kami bersama-sama memainkan permainan “Kenali Sumber.”  Permainan ini dilakukan bersama kelompok masing-masing. Sebelum mulai bermain, tiap kelompok mendapat sepuluh buah foto. Foto-foto itu semuanya merupakan potret tempat-tempat yang terdapat di Dusun Sumber. Tugas kami adalah, mencari informasi sebanyak mungkin tentang tempat yang ada di foto. Anak-anak Dusun Sumber menjadi google map kami. Mereka tahu betul seluk beluk daerah tempat tinggal mereka. Banyak lho yang menarik di dusun ini. Kami menemukan patung simbol kejawen di depan pintu rumah Bapak Jumarno, lalu ditemukan pula lonceng gereja di Gereja St. Maria Lourdes, dan lain-lain seperti warung 2 Ceret, saluran air, Rumah Inklusi (sanggar bagi penyandang difabel), rumah-rumah penduduk, dan seterusnya. Cara kami untuk dapat menggali informasi adalah dengan bertanya kepada penduduk sekitar.

Perkenalkan ini kelompok kami.....

Dalam permainan ini, aku dan kelompokku masih belajar membangun kerja sama yang baik. Ada anak yang sudah berani bertanya tapi masih kurang sopan. Ada juga yang masih belum berani bertanya. Sempat salah satu dari temanku ngambek gak mau mencatat. Sementara, aku masih belum berani memulai mewawancarai penduduk desa, meski sudah mau bertanya jika ada teman yang memulai lebih dulu bertanya. Maklum, kami masih anak-anak

Permainan Kenali Sumber
. 
Seusai bermain, kami kembali ke homestay masing-masing untuk bebersih dan makan malam. Kelompokku masih diliputi rasa penasaran, karena ada sebuah tempat yang belum kami temukan. Yap, prasasti bertuliskan pembangunan selokan air! Tak satu pun tahu keberadaanya. Bahkan orang dewasa sekalipun!

Setelah semua makan malam dan bebersih, kami kembali berkumpul di Sanggar Bangun Budaya. Aku melihat anak-anak cowok main permainan uno dan aku minta bergabung. Lama-kelamaan banyak anak perempuan juga ikut main. Wuih, jadi ramai.  Suasananya heboh dan ramai (sepertinya setiap permainan akan menjadi heboh kalau anak cowok ikut main, iya nggak, iya nggak?).

Uno time!

Waktu jatah main kami habis, kami diajak duduk melingkar dan melakukan refleksi serta diskusi mengenai permainan yang kami mainkan tadi sore. Ternyata, setiap kelompok menggali informasi yang berbeda-beda. Kami diminta memilih tempat yang menurut kami paling menarik, serta tidak lupa menyertakan penjelasan dan informasi yang terkait dengan tempat yang kami temukan. Kelompokku memilih patung simbol kejawen. Memang bagi  kami patung itu lah yang paling menarik. 



Kegiatan terakhir kami hari ini adalah menulis logbook. Apa itu logbook? Logbook adalah buku catatan harian. Di dalamnya tertera jelas pengalaman kami sepanjang hari. Kami tidak boleh melewatkan satu hal pun. Harus lengkap, bahkan perasaan kami pun juga ditulis. Waktu, tempat, serta orang yang kami temui wajib diceritakan. Dan malam itu, Kakak-Kakak Jaladwara mengevaluasi logbook kami. Aku salah satu di antara anak yang revisi logbooknya. Wah, ini sih gara-gara aku tebiasa mengarang puisi dan cerita yang kalimatnya dituntut panjang dan indah. Perlu belajar lagi nih menulis kalimat yang ringkas namun mudah dipahami. Setelah membuat logbook, kegiatan kami hari ini selesai. Kami pun kembali ke homestay masing-masing dan siap-siap bobok. Selamat malam teman-teman!

Bersambung....                                                                                                          

Popular Posts