Ekspedisi Lereng Merapi - Pengalaman Hari ke-4




BELANJA DI PASAR TALUN

Hari yang cerah di Senin pagi, setiap anak di homestay masing-masing nampak sibuk bersiap-siap. Sebenarnya apa sih yang mereka lakukan pagi-pagi begini? Ah, sepertinya aku keliru sudah meletakkan judul di atas, kalian jadi tahu deh jawabannya. Kami hendak pergi ke Pasar Talun untuk berbelanja bahan pangan. Belanja kali ini punya suatu tujuan, yaitu nol sampah. Maka selama belanja, kami tidak boleh menghasilkan sampah sedikitpun. Dengan begitu, kami harus menyiapkan kantung belanjaan kami lebih dulu. Ada juga yang membawa wadah.

Untuk pergi ke pasar, kami harus melewati pematang sawah. Di sawah kami melihat beberapa jenis tanaman pangan, ada padi (ya, iya lah), singkong, sayur mayur, dan cabai. Medannya tidak sulit, malah menyenangkan. Kami tiba di Pasar Talun sekitar 25 menit kemudian. Tampilan Pasar Talun tidak berbeda jauh dengan pasar di tempat tinggalku. Tapi ada perbedaan di antara kedua pasar tersebut, pasar di daerahku tidak menjadi tempat pemberhentian angkutan umum.


Di perjalanan menuju Pasar Talun

Di Pasar Talun, kami berpencar. Aku pergi bersama Alesha, Lia, dan Lala. Di pasar, aku belanja bawang merah, bawang putih, tempe, kencur, dan cabai.  Selama belanja kami berempat harus adu cepat dengan penjual mengatakan ” Bu jangan diplastikin, saya sudah bawa kantung belanja…”, sebelum terlambat. Lia dan Lala menjadi google map pasar aku dan Alesha. Yang kurang kusuka, mereka sangat gemar membantu. Sampai-sampai mereka lupa bahwa kami yang belanja, mereka yang mengatakan apa-apa yang akan kami beli pada penjual. Maka aku berusaha menjadi yang pertama bicara, supaya bisa mencoba berinteraksi dengan pedagang di pasar.


Belanja di Pasar Talun

Selama berada di Pasar Talun, ternyata enggak melulu aku disuruh belanja. Aku juga mendapat misi lain yang harus dikerjakan. Sepulang dari Pasar Talun, aku harus sudah mengetahui jenis-jenis kacang yang dijual di Pasar Talun, mengetahui macam-macam bunga yang diperjualbelikan, fungsinya, juga asalnya. Tidak ketinggalan, aku juga sempat mencicipi cita rasa jenang gandhul.

 Kami berempat langsung menemui penjual kacang-kacangan. Tetapi kami hanya mendapat sedikit keterangan mengenai kacang. Hanya ada dua jenis kacang yang dijual, kacang jawa dan kacang super, dan penjualnya juga hanya kulakan dari petani. Hmmm, kurang menarik. Selanjutnya kami menghampiri para penjual bunga. Banyak hal menarik yang kami dapatkan dari para penjual bunga tersebut. Contoh, ternyata bunga-bunga yang ada di Pasar Talun itu berasal dari Kopeng. Bunga-bunga yang dijual antara lain, kantil, kenanga, dan mawar. Biasanya bunga-bunga itu dibeli ketika ada acara perkawinan atau acara penguburan.

Setelah kami berinteraksi dengan penjual, aku dan Alesha pergi ke penjual jenang gandhul. Penjual itu berjualan di dekat pintu keluar masuk pasar. Tempatnya sangat sempit dan ramai, jadi kami harus berdesak-desakkan. Alesha mewawancarai penjual jenang gandhul itu, sementara aku menunggu di luar. Sayangnya aku lupa isi percakapan mereka. Ngomong-ngomong jenang gandhul itu enak lho teman-teman. Rasanya agak mirip dengan bubur candil, namun lebih encer dan tidak bersantan.

Begitu semua keperluan kami sudah lengkap, kami menunggu anak lain di tempat pemberhentian angkot sambil tertawa-tawa sendiri. Kami memang mengalami kejadian yang lucu di pasar. Saking lucunya sampai kami tidak bosan-bosannya terus mengulang ceritanya. Beberapa saat kemudian, kami pun kembali ke Dusun Sumber.


Naik angkot

Ketika aku tiba kembali di rumah orang tua asuhku, aku melihat ada berkeranjang-keranjang tomat, kembang kol, dan sayur mayur lainnya. Rupannya, hari itu Pak Sangkan akan pergi menyetor sayur-sayuran ke Klaten. Pak Sangkan memang seorang pengepul sayur. Ia pernah mampir ke daerahku juga lho, saat sedang menyetor sayur. Tadinya aku sempat mengira Pak Sangkan adalah seorang petani, ternyata beliau adalah seorang pengepul sayur.


BELAJAR KERJA KELOMPOK

Pada pukul sepuluh seharusnya kami berkumpul di Sanggar Bangun Budaya. Aku menunggu di sana bersama sebagian temanku, di situ juga sudah ada adikku. Tetapi kami tidak melihat adanya tanda-tanda kemunculan anak lainnya hingga waktu yang cukup lama. Baru satu jam kemudian teman-temanku sudah lengkap. Kak Inu langsung dengan tegas menegur keterlambatan kami yang kedua kalinya. Sebenarnya keterlambatan ini mempersingkat waktu diskusi kelompok kami sendiri. Jadi kami lah yang dirugikan jika kami tidak tepat waktu. Dengan waktu yang tidak selonggar seharusnya, kelompokku pun mulai menggarap bahan presentasi kami. Saat itu kami benar-benar kebingungan harus melakukan apa. Padahal sesungguhnya banyak yang bisa dikerjakan, tapi kami tidak tahu harus mulai dari mana. Setelah kerja kelompok yang enggak jelas banget, kami bergabung dalam kelompok lain melakukan refleksi belanja di pasar bersama-sama.

Kami melanjutkan kerja kelompok kami seusai makan siang. Dan hasilnya sama saja, kami malah semakin tidak tahu harus melakukan apa. Akhirnya Fira dan Bagas pergi berdua ke Kantor Kepala Desa untuk mendapatkan peta letak mata air. Sementara aku dan Syams membuat draft mind map sampai lengkap, tapi bolak-balik kami menganggur. Ketika sedang menganggur, aku mencuri lihat karya-karya kelompok lain. Wah, sepertinya mereka semua sudah lebih siap dibanding kelompokku. Kami baru saja menyelesaikan draft mind map, itu saja informasinya masih belum jelas. Kami bingung sekali menyatukan keterangan-keterangan yang semuanya punya versi sendiri-sendiri. Pusing, pusing, pusing…


Kulo nuwun  ...

Akhirnya kami membuat keputusan untuk pergi mencari narasumber saja. Kami berusaha memperbaiki cara kami mencatat isi wawancara, dan memperjelas pertanyaan kami. Kami juga mencari orang-orang seperti Pak RT dan pengurus mata air, yang kemungkinan besar mampu memberikan penjelasan yang kemungkinan lebih akurat dibandingkan dengan warga biasa mengenai air di Dusun Sumber.


CHEF SEHARI

Tahukah kalian, aku di Dusun Sumber aku pernah jadi koki lho. Ya, koki kecil-kecilan sih, tapi kan berasa jadi chef betulan… Hihihi. Aku dan Alesha memasak makan malam untuk keluarga asuh kami. Kami memakai bahan baku yang kami beli di pasar tadi pagi. Aku sejak awal telah berencana memasak sambal tempe. Aku memang sengaja memilih masakan yang kelihatannya kalau gagal tidak bakalan fatal-fatal amat rasanya. Alesha membuat sayur bening. Kami bersama-sama memasak di dapur.

Mula-mula aku memotong-motong tempe. Kemudian aku mengupas bawang dan mengirisnya (untung aku gak nangis). Aku juga mengiris cabai. Setelah itu, aku mulai kebingungan. Mana yang harus kugoreng terlebih dulu? Menggoreng tempe atau menyangrai bumbu? Aku pun akhirnya mengambil keputusan sama sekali salah, yaitu menyangrai bumbu (cabai, bawang) sebelum menggoreng tempe. Parah, kan? Tapi sudahlah sama saja. 

Aku menikmati kegiatan memasak ini, dan saking asyiknya sampai kelamaan menyangrai bumbu. Bumbu itu kemudian aku lumatkan dengan cara di uleg. Tiba-tiba aku merasa ada yang aneh, lho kok cabainya jadi kriuk kayak keripik ya? Wow, gara-gara keasyikan dengan alat-alat dapur cabai menjelma menjadi keripik!

Sambil melumatkan bumbu, aku pun menggoreng tempe. Lagi-lagi ada yang aneh dengan tempeku yang warnanya agak terlalu cokelat. Coba tebak, ada apa dengan tempeku? Iya betul banget, agak gosong. Usai tempe digoreng, aku melumatkan tempe itu bersama bumbunya.

Walaupun kelihatannya masakanku kelezatannya tidak terjamin, kata Lala dan Intan masakanku enak. Mereka langsung mengacungkan jempol padaku. Lala bilang, dia memang hobi sekali menyantap makanan pedas. Lantas aku mencoba masakanku, dan aku cukup puas dengan masakanku. Meskipun rasanya agak kurang asin sedikit dan terlalu pedas (itu karena aku memasukkan sepuluh buah cabai ke dalam masakanku, kupikir). Sementara sayur bening Alesha lumayan juga. Ternyata dia juga baru belajar sepertiku. Dia sempat memberi air terlalu banyak pada sayur beningnya. Dan toh hasilnya tetap enak.






PERMAINAN

Ketika hari sudah menjelang malam, kami berkumpul di Balai Desa. Melakukan berbagai permainan seru, yang namanya Munggah Medun dan Ikuti Perintah. Hore, akhirnya kami bisa bermain lagi. Bermain itu memang selalu menyenangkan.  Dan kemudian kami bisa beristirahat dan pergi ke 'Pulau Kapuk' setelah berefleksi dan membuat logbook.





  

 
   
 


Popular Posts